Jam masih menunjukkan pukul 6.30 pagi. Lalu lintas tampak masih lengang. Tapi suasana di Kedai Kopi Apek sudah cukup ramai. Di ruangan berukuran 5m x 4m itu sudah ada sekitar 13 orang. Menariknya, mereka tampak saling kenal. Tiap ada yang datang, ada orang di dalam yang menyambut. Saya pun tampak semakin nyata sebagai pendatang. Dari beragam sumber bacaan, kedai kopi yang sudah buka sejak 1922 itu memang terkenal dengan tempat sosialisasi warga Medan, Sumatera Utara. Beragam suku, etnis, profesi dan agama tampak membaur seakan mewakili keragaman Kota Medan secara umum. Dan pagi itu saya merasakan sendiri keberagaman yang telah ditulis banyak orang. Kedai Kopi Apek tampak depan Ketika saya datang, sudah ada sekitar 6 orang yang tampaknya satu keluarga Tionghoa. Pemilik kedai sendiri