Kerja sambil jalan-jalan, menjadi lengkap saat menyatukan hati dalam Perayaan Ekaristi. Sabtu sore, saat pekerjaan beres kami bergegas ke Gereja Katolik Santo Paulus di Jl. Moch. Toha, Bandung, Jabar. Inilah kali pertama kami misa di Gereja yang berdasarkan buku babtis sudah berdiri sejak 1939. Misa mulai jam 17.00 dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Maklum saat itu masih pandemi, tepatnya pada tanggal 9 Juli 2023. Baca Juga: Di Sela Kerja, Bisa Kabur Keliling Dan Kulineran Di Bangka Selesai misa saya menemui Boni, teman saya, yang bekerja di gereja. Setelah basa-basi sebentar, melucurlah pertanyaan paling mendasar, “Laper nih, yuks cari tempat makan yang punya kopi enak.” Seolah tampa berpikir panjang, Boni langsung mengajak kami ke “Kopi Purnama.” Info awal, Kopi Purnama yang beralamat di Jl. Alkateri No.22, Braga itu merupakan salah
Tag: kuliner
Gerebek Sekeluarga Karena Penasaran Menu Bavarian Haus
Sudah 5 bulan kami taat untuk tidak bepergian, kecuali untuk keperluan dapur dan pekerjaan. Namun akhirnya di era new normal kami meregangkan kaki ke Puncak. Salah satu tujuannya kuliner di Bavarian Haus Bratwurst ‘n Grill. Kami mencoba mengikuti protokol kesehatan. Caranya adalah dengan selalu menggunakan masker, mencuci tangan/ menggunakan hand sanitizer setelah memegang sesuatu terlebih uang, dan menjaga jarak yakni pergi di weekdays. Hari itu, 7 Juli 2020, kami bertolak dari Jakarta ke Puncak. Tujuan pertama kami adalah hunting tanaman hias. Maklum musim pandemi kami banyak terbenam dalam hobi berkebun. Saya sendiri yang dari dulu suka bercocok tanam, semakin semangat karena saudara dan teman ikutan hoby yang menyegarkan ini. Baca Juga: Resep Macaroni Schotel Warisan Oma Baca Juga: Inilah Kuliner Legendaris Bantul Versi Pemda Bantul Baca Juga: Ramen
Tips Travelling di Tengah Merebaknya Virus Corona
Virus Corona alias Covid-19 sudah ditetapkan sebagai pandemik karena sudah menyebar secara global. Termasuk Indonesia. Ada banyak usaha dilakukan untuk mengurangi penyebaran virus tersebut, salah satunya membatasi travelling. Ada baik dan benarnya kita tidak dulu melakukan perjalanan ke luar kota atau bahwa luar negeri. Baik untuk keperluan pekerjaan/ bisnis apalagi untuk travelling. Karena dalam perjalanan ke tempat tujuan atau di tempat tujuan sendiri kita tidak pernah tahu bertemu dengan siapa, apakah dia/ mereka terpapar atau tidak. Juga apakah segala sesuatu yang kita sentuh bebas virus. Namun demikian, jika dengan alasan tertentu yang mendesak maka travelling tidak bisa dihindari, maka baik jika memperhatikan beberapa hal. Di antaranya yang bisa saya sharingkan dalam kesempatan ini adalah: Baca Juga: Mencoba Ritual Dan Belanja Kalap Ke Kuil Sensoji Asakusa Tiket Refund Pergi
Di Sela Kerja, Bisa Kabur Keliling dan Kulineran di Bangka
Saya mendapat tugas dari kantor untuk meliput pameran di Bangka. Jadwal yang padat, tidak menghalangi untuk kabur . Inilah foto perjalanan wisata Bangka lengkap dengan kulinernya. Pameran yang saya liput adalah Peringatan Bulan Pengurangan Risiko pada 11-13 Oktober 2019 di Alun-alun Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung. Tema kegiatan ini adalah “Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Ekosistem dan Investasi. Dengan menyewa mobil kami pergi ke danau kaolin di Desa Nibung, Kabupaten Bangka Selatan. Danau bekas tambang ini emang ada juga di Belitung, tatapi di sini warnanya bisa biru dan hijau cerah. Bagus untuk foto tetapi panasnya luar biasa. Dari sana kami ke geowisata Batu Belimbing di dusun Jebu Laut Desa Kelabat, kecamatan Paritiga, Bangka Selatan. Gugusan batu raksasa berbentuk seperti belimbing
Wisata Sehari ke Tegal, Lengkap dengan Tarif Tol
Hidup di kota besar seperti Jakarta, kerap membuat saya susah curi waktu liburan ke luar kota. Kalau cuman Bogor, saya mah tiap weekend pulang ke rumah Bogor sambil kulineran. Kalau ke Tegal? Emang bisa apa berwisata ke Tegal dalam satu hari? Pada 20 September 2019 jam 05.00 adalah puncak dari kerempongan selama sebulan. Tatkala matahari masih enggan bangkit dari peraduannya, mesin mobil sudah menyala. Mata yang belum sepenuhnya menyadari beda bantal dengan sandaran jok mobil, tetapi sudah awas menatap obyek yang terkena pancaran sinar headlamp. “Apakah sudah siap? Tak ada yang ketinggalan?” kata saya sambil menatap Yosef dan Sari, serta tumpukan barang di sisi ruang mobil. Ceritanya, Yosef adik bungsu saya mau pindah ke Tegal. Setelah 5 tahun bekerja di Mayora dengan penempatan terakhir di
Resep Macaroni Schotel Warisan Oma
Indonesia adalah negara besar yang memiliki banyak ragam kuliner. Dibentuk dari banyak budaya, kuliner Indonesia terkenal dengan cita rasa yang menggiurkan. Kali ini, kuliner yang akan saya sorot adalah macaroni schotel. Istimewanya, macaroninya adalah resep dari Oma Leony. Sejak lama saya bertanya-tanya, makaroni kan dari Italia, tapi kok schotel yang adalah kata Belanda. Apakah makanan ini ada hubungannya dengan Belanda yang lama menjajah Indonesia? Apakah ada sentuhan Indonesia di sajian yang tampaknya “makanan londo” ini? Dari literatur yang saya baca, benar saja, schotel berarti hidangan dari bahasa Belanda. Kata schotel dekat dengan kata schaal yang berarti wadah, pinggan, atau mangkok. Kata schaal tidak asing bagi kami, karena Oma Leony menyebut pinggan kaca untuk memasak makaroni schotel dengan sebutan schaal. Dengan demikian, macaroni schotel menunjuk pada hidangan
Inilah Kuliner Legendaris Bantul Versi Pemda Bantul
Kabupaten Bantul menjadi salah satu daerah di Yogyakarta yang memiliki daya tarik wisatawan. Padahal sekitar 20 tahun lalu, orang masih malu mengakui dirinya berasal dari Bantul. Image Bantul sebagai daerah miskin dan terbelakang, menjadi latar belakangnya. Dalam perkembangannya, Bantul semakin berkembang dan telah diakui secara nasional memiliki potensi industri kreatif yang tinggi. Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, mengatakan bahwa daerahnya ditetapkan sebagai Kabupaten Kreatif Kriya terkuat di Indonesia pada tahun 2016. Hal tersebut dikatakannya saat menerima Tim Majalah AKSES dari Ditjen Asia Pasifik dan Afrika (Aspasaf) Kementerian Luar Negeri di Gedung Induk Manggala Parasamya Bantul, 3 September 2019. Baca Juga: Ramen Ichiran, Sensasi Makan Seperti Di Perpustakaan Khusus di sektor pariwisata, yang masuk dalam industri kreatif, pendapatannya mengalami peningkatan signifikan dalam 2 tahun terakhir.
Ramen Ichiran, Sensasi Makan Seperti di Perpustakaan
Pengalaman traveling tidak pernah selesai untuk diceritakan. Ada saja pengalaman yang membekas. Baik menyenangkan maupun tidak, jejak wisata kita selalu indah jika diletakkan di tempat yang pas di dalam relung hati kita. Itulah yang juga saya alami saat makan ramen di tempat asalnya. Jepang! Perjalanan 10 hari di Jepang 2 tahun lalu, memang tidak banyak tempat yang bisa dikunjungi. Untungnya salah satu agenda wajibnya adalah menyantap ramen di Kedai Ichiran. Salah satu kedai ramen tersohor di Negeri Sakura tersebut. Sehari sebelum mengakhiri wisata Jepang, kami bertiga bersama isteri dan kakaknya menuju kedai tersebut. Dari Hotel Sunroute Plaza Shinjuku kami jalan kaki sekitar 750 meter. Ramen Ichiran sudah tersohor di warga lokal dan wisatawan asing, gak heran pas datang, waiting list. Sambil nunggu disuruh pesen menu di secarik kertas. Foto:
Jenuh Macet ke Puncak, Mending ke Kopi Daong, Ngopi di Bawah Pohon Pinus
Sudah sejak lama Bogor menjadi oase bagi penduduk Jakarta untuk melepas penat. Kota Bogor yang wilayahnya tidak luas, sesak dengan ragam kafe dan restoran. Bergeser ke Kabupaten Bogor, kita semua tahu kalau Puncak yang sebenarnya sudah jenuh tetapi tetap menjadi wisata andalan warga ibu kota. Di tengah situasi tersebut muncul Kopi Daong, tempat stress release baru. Kopi Daong adalah kafe dan restoran yang berada di tengah hutan pinus. Lokasinya bukan di Kota Bogor dan juga bukan di area Puncak, tetapi di daerah Ciawi, sehingga lalu lintasnya lebih bersahabat. "Kenapa disebut Kopi Daong karena owner kita orang Manado-Jawa, dalam Bahasa Manado daong artinya daun. Filosofinya, kita makan dan minum berada tepat di bawah daun-daun," kata Teddy, pengelola Kopi Daong saat ditemui di
“Enak Kalian Ada Go Food, Gak Seperti di Holland”
Kedatangan tamu kerap kami anggap sebagai berkah. Sebisa mungkin kami berikan yang terbaik. Apalagi kali ini, keluarga kami kedatangan tamu dari Negeri Belanda. Tante Grace kami memanggilnya, adik dari ibu mertua saya. Walau sudah puluhan tahun menjadi Warga Negara Belanda, tapi kecintaannya pada makanan Indonesia tidak pernah hilang. Selain suka makan, ia juga mahir dalam memasak. Khususnya masakan Indonesia. Tidak heran, tiap kali pulang ke Indonesia dengan tujuan khusus tertentu, kami sudah hafal agenda utamanya tetap menyantap makanan nusantara dan berburu kuliner Indonesia untuk dibawa ke Belanda. Kali ini, ia datang atas undangan salah satu saudara kami yang menikahkan anaknya. Selama hampir sebulan di Jakarta pada Mei 2018, sederet makanan sudah dilahap. Mulai dari asinan sayur, gado-gado, sate ayam, sate babi, sampai