Hidup di kota besar seperti Jakarta, kerap membuat saya susah curi waktu liburan ke luar kota. Kalau cuman Bogor, saya mah tiap weekend pulang ke rumah Bogor sambil kulineran. Kalau ke Tegal? Emang bisa apa berwisata ke Tegal dalam satu hari? Pada 20 September 2019 jam 05.00 adalah puncak dari kerempongan selama sebulan. Tatkala matahari masih enggan bangkit dari peraduannya, mesin mobil sudah menyala. Mata yang belum sepenuhnya menyadari beda bantal dengan sandaran jok mobil, tetapi sudah awas menatap obyek yang terkena pancaran sinar headlamp. “Apakah sudah siap? Tak ada yang ketinggalan?” kata saya sambil menatap Yosef dan Sari, serta tumpukan barang di sisi ruang mobil. Ceritanya, Yosef adik bungsu saya mau pindah ke Tegal. Setelah 5 tahun bekerja di Mayora dengan penempatan terakhir di
Headline
Wisata Belitung: Sejujurnya, Keindahan Alamnya Biasa Saja
Popularitas Pulau Belitung melejit pasca film Laskar Pelangi (2008) dan Sail Wakatobi - Belitong (2011). Banyak wisatawan, dalam dan luar negeri, berbondong menikmati bentang alam yang indah di provinsi Bangka Belitung ini. Satu yang khas dari Belitong, begitu masyarakat setempat menyebutnya, adalah geowisatanya (geotourism). Di Indonesia, geowisata belum sepopuler ekowisata (ecotourism) atau agrowisata (agrotourism). Namun demikian, potensi geowisata di Indonesia sangat besar. Satu di antaranya adalah Belitung, di sinilah potensi sumber daya alam seperti bentuk bentang alam, batuan, struktur geologi dan sejarah kebumianya sangat unik. Obyeknya tidak lain adalah gugusan batu granit yang tersebar di banyak pulau dan pantainya. Berdasarkan catatan Budi Brahmantyo, ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung, kumpulan batu granit raksasa di Belitung senyatanya bagian dari suatu tubuh batuan beku
Jejak Kemasyuran Indonesia dalam Fort San Pedro di Filipina
Tidak banyak yang tertarik berwisata ke bangunan bersejarah. Kalau pun ada, mungkin kita lebih memilih untuk swafoto. Padahal bangunan bersejarah meninggalkan jejak yang mungkin terhubung dengan kehidupan kita, secara langsung maupun tidak langsung. Saya tidak pernah membayangkan Fort San Pedro, benteng kuno di Cebu Filipina, ternyata memiliki kaitan sejarah dengan Indonesia. Benteng berbentuk segitiga tersebut, menjadi saksi bisu praktik globalisasi yang sudah terjadi sejak abad ke-15. Filipina bersama Indonesia menjadi persimpangan penting dalam arus globalisasi yang mempertemukan orang dari banyak bangsa dan melakukan pertukaran ekonomi dan budaya. Di sinilah, perjalanan laut dalam konteks globalisasi itu, dari sisi ilmu pengetahuan semakin ditegaskan bahwa bumi itu bulat bukan datar. Bagian dalam Fort San Pedro. Lumayan luas dan adem karena ada pohon besar. Lumayan ngadem
Misteri Bunker dan Kamar Nonik Ratusan Tahun di Lasem
Saya senang dengan budaya dan kesenian. Rumah kuno yang terawat, apalagi dengan bawaan aslinya, bagi saya warisan budaya dan kesenian yang lengkap. Di sanalah tergurat filosofi, budaya, kesenian, cara hidup, nilai dan norma bahkan ada "sesuatu" yang dapat dirasakan secara naluri. Rumah Merah Lasem adalah salah satu rumah kuno yang berhasil menggeret saya masuk pada Mei 2019. Saya bersama keluarga berkesempatan mengunjungi Rumah Merah yang beralamat di Jalan Karangturi No.4/7, Karangturi, Lasem, Jawa Tengah pada Mei 2019 silam. Bagian depan Rumah Merah Lasem atau sekarang disebut Tiongkok Kecil Heritage. Warna merah sudah membuatnya mentereng dari lingkungan sekitar. Belum lagi, 2 pilar di depan rumah yang begitu megah. Kayu-kayu jati tampak bergurat asli, menjadi saksi bisu kedatangan bangsa China di tanah Jawa. "Rumah ini bergaya
Catatan Sejarah Klenteng Tertua di Jawa Justru Ada di Belanda
Mendadak mata begitu berat. Pundak lemah tak berdaya. Di ujung gedung bertingkat itu, perlahan mentari menampakkan dirinya. Kembali tubuh merasakan ketidakberdayaan. Kini kaki kanan yang tampak menyerah walau sekadar mempertahankan posisi rem. Sesaat saya menyadari, saat ini seharusnya saya mengolet dan memanjakan diri di atas kasur. Tapi nyatanya, saya berada di daerah Bekasi, Jalan Tol Capek, dan sudah berkendara di belakang kemudi selama 2 jam. Kami memutuskan untuk berlibur sejenak saat Bulan Ramadhan memasuki hari ketujuh. Sabtu subuh berangkat ke Lasem, dan kembali ke Jakarta keesokan harinya. Inilah cara kami rehat di luar waktu libur. Alasannya sederhana, yakni menghindari kemacetan dan biaya tinggi, khususnya tarif hotel dan tempat-tempat wisata. Secara umum, perjalanan darat Jakarta menuju kota yang masuk Kabupaten Rembang cukup lancar. Sebagian
Nyobain Jeepney, Angkotnya Filipina yang Bebas Rokok
Debu mendebur dengan pekat tiap kali kendaraan bermotor melintas. Semakin tinggi debu itu bertebaran saat knalpot menyembur dari truk kontainer yang begitu ramai. Di bawah terik mentari, hiruk pikuk kota pelabuhan itu tampak jelas dari jendela Jeepney. Jeepney tidak ubahnya sebuah angkot di Indonesia. Namun, ada banyak yang istimewa dari kendaraan umum yang menjadi ciri khas Negara Filipina pada umumnya. Saya bersama isteri cukup beruntung mendapat kesempatan ber-Jeepney-ria di tengah perhelatan ASEAN Finance Ministers’ Investors Seminar (AFMIS) beberapa waktu lalu, di Shangri-la Mactan Resort and Spa, Lapu-Lapu City, Cebu, Filipina. Kami tinggal di Palmbeach Resort & Spa yang jaraknya hanya 1,5 Km dari Shangri-la. Untuk mondar-mandir, sebenarnya pihak panitia menyediakan mobil shuttle yang selalu siap sedia, tetapi kami kebayakan lebih memilih naik jeepney. Hanya dengan 7 peso, kira-kira Rp. 2,000 kami bisa
Rumah Rengasdengklok, Sekali Lagi Negara Alpa!
Cuaca telah memberi tanda bahwa perjalanan tidak akan menyenangkan. Dari Jakarta mendung terus menggelanyut sampai ke daerah Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Namun, kami tetap membulatkan untuk menapak tilas peristiwa "penculikan" Soekarno - Hatta oleh sekelompok pemuda. "Maaf, Pak. Kamar Bung Karno belum bisa dimasukin," kata Djiaw Hoy Lin, saat kami baru datang. Puteri Djiauw Kie Song itu memberi isyarat bahwa ada "orang pintar" yang sedang bersemedi di dalam kamar Bapak Proklamator. Menurut penuturan Lin, rumahnya yang bersejarah itu senyatanya telah hilang tergerus aliran sungai Citarum yang alirannya berubah, pada tahun 1957. Rumah yang ada sekarang adalah rumah baru yang dibangun untuk tempat hunian dan anak-anak keturunannya. "Di tempat inilah kami menyimpan benda-benda bersejarah yang dulu digunakan oleh
Makan Marshmallow, Menikmati Sensasi Berciuman!
Panasnya Jakarta beringsut redam oleh jumantara Bandung yang merasuk tulang. Apalagi kedatangan kami di Cimahi, Lembang, Bandung disambut dengan rerintik hujan. Bekal jaket pun tidak mampu mengadaptasi tubuh yang terbiasa dengan aroma polusi Ibu Kota. Sang tuan rumah, yang kami panggil om dan tante, sadar bahwa kami butuh kehangatan. Wajah sayu juga memberi tanda lain, minta perut segera diisi. Tidak lama kemudian, om membawa makanan yang ia produksi sendiri. “Ini yang namanya marshmallow. Kalau udara seperti ini, enaknya dimakan dengan mencelupkannya ke espresso (kopi pekat dengan tingkat konsentrasi dan rasa yang kuat),” katanya. Suasana rumah om dan tante di Lembang, sekaligus tempat wisata bernama Vin's Berry Park. Sebagai penggemar kopi, timbul rasa penasaran, “Espresso dan marshmallow? Pasti menciptakan sensasi tersendiri!” saya bergumam dalam hati. Tangan kanan memegang
Kota Pagaralam, Kota yang Benar-benar Dipagari Alam
Jam baru menunjukkan menit ke-10 dari pukul 15. Namun cuaca sudah seperti malam. Matahari meredup dan embun mulai turun. Membuatku mengancingkan jaket dan melipat tangan di depan dada. "Dingin ya, Pak," kataku pada Hasan (57), pemandu lokal, sembari mengeluarkan asap embun dari mulutku. Baru saja menjejakkan kaki tanah Pagaralam, Propinsi Sumatera Selatan, saya yang datang bersama teman, seorang calon pastor Indri, sudah minta diantarkan ke kebon teh di lereng timur Gunung Dempo. Kala itu Januari 2011, yang sudah barang tentu, Indri sekarang sudah menjadi Pastor SCJ. Dalam perjalanan ke Pagaralam melewati Lahat, yang punya landmark Bukit Jempol yang unik. Kisah seduan teh Dempo yang coklat pekat dengan aroma khasnya membuatku ingin ke sana. Di samping kehausan akan udara sejuk dan menyehatkan bagi
Mau Ngeteng Ke Karimunjawa, Ikuti Perjalanan Kami!
Wisata pulau menjadi kegemaran kami. Jiwa tidak saja dimanjakan oleh indahnya landscape, tapi wisata ini juga membawa jatidiri bangsa sebagai negara kepulauan. Salah satu obyek yang menarik dijelajahi adalah Kepulauan Karimunjawa. Ada banyak cara menuju kepulauan yang terletak di Pulau Jawa ini. Kami memilih ngeteng, atau menggunakan beberapa moda transportasi. Dari Jakarta moda yang dipilih adalah kereta api menuju Kota Semarang. Perjalanan kereta ke Semarang memiliki landscape berbeda kalau kita menuju ke Yogyakarta. Kalau menuju Kota Lumpia kita disajikan pemandangan pantai dan laut di pesisir utara Jawa, sedangkan kalau ke Yogyakarta kita kerap menjumpai gugusan pegunungan dengan hamparan sawah di sisi selatan Jawa. Dengan catatan: kita memilih jalan di pagi/ siang hari! Selepas makan siang kami sampai di Stasiun Semarang Tawang. Kami dijemput oleh