Matahari melepas kehangatan yang memberi semangat di pagi itu. Hari yang cocok untuk merengkuh semangat baru. Namun jangan lupa, selalu memakai masker. Virus mengintai siap menghancurkan niat baik kita untuk relaksasi dari kepenatan pembatasan sosial. Tepat pukul 09.00, 14 Juli 2020, kami sekeluarga memacu kendaraan menuju R Hotel Rancamaya. Dari Kelapa Gading kami menyusuri Jalan Yos Sudarso, Jalan Jenderal Ahmad Yani, menuju pintu tol Cawang untuk masuk Tol Jagorawi. Kenapa tidak masuk Tol Wiyoto Wiyono di depan Artha Gading? Jawabannya, hemat Rp 10.000, hehehe Hari itu, kami bisa berkendara maksimal 100km/ jam. Satu mobil dengan lainnya bisa menjaga jarak aman, sekitar 70-100 meter. Alhasil, 50 menit kemudian kami sampai di exit tol Ciawi. Artinya R Hotel Rancamaya yang berjarak sekitar 62 km dari Jakarta sudah tidak jauh lagi. Baca
Wisata
Tips Travelling di Tengah Merebaknya Virus Corona
Virus Corona alias Covid-19 sudah ditetapkan sebagai pandemik karena sudah menyebar secara global. Termasuk Indonesia. Ada banyak usaha dilakukan untuk mengurangi penyebaran virus tersebut, salah satunya membatasi travelling. Ada baik dan benarnya kita tidak dulu melakukan perjalanan ke luar kota atau bahwa luar negeri. Baik untuk keperluan pekerjaan/ bisnis apalagi untuk travelling. Karena dalam perjalanan ke tempat tujuan atau di tempat tujuan sendiri kita tidak pernah tahu bertemu dengan siapa, apakah dia/ mereka terpapar atau tidak. Juga apakah segala sesuatu yang kita sentuh bebas virus. Namun demikian, jika dengan alasan tertentu yang mendesak maka travelling tidak bisa dihindari, maka baik jika memperhatikan beberapa hal. Di antaranya yang bisa saya sharingkan dalam kesempatan ini adalah: Baca Juga: Mencoba Ritual Dan Belanja Kalap Ke Kuil Sensoji Asakusa Tiket Refund Pergi
Mencoba Ritual dan Belanja Kalap ke Kuil Sensoji Asakusa
Kata orang, bagi yang baru kali pertama ke Jepang, salah satu tempat yang wajib dikunjungi adalah Kuil Sensoji. Sehari sebelum meninggalkan Jepang kami pun nekat pergi ke kuil yang terletak di Asakusa itu. Petualangan yang seru dan semua souvenir yang kami inginkan, ternyata didapatkan di sana. Sekitar 10 hari kami di Jepang. Tujuan pertama adalah ke Sapporo, Hokkaido. Kemudian kami menginap di Shinjuku beberapa hari sebelum balik Jakarta. Pada 6 Oktober 2017, Sari dan saya pisah rombongan. 4 orang lain pergi ke daerah yang bagi kami tidak menarik. Kami pun memutuskan untuk pergi ke Asakusa. Bagi kami ini perjalanan nekat, karena ini perjalanan pertama di Jepang dan selama di sini kami hanya ngikut aja sama yang lain. Secara mereka udah beberapa kali trip ke Negeri Sakura ini. Baca Juga:
Disaat Saya Kehabisan Uang Tunai di Karimunjawa
Indonesia sebagai negara kepulauan menawarkan pemandangan yang menggoda. Dalam satu pulau, kita bisa melepas penat dengan berlarian di pantai, menyapa ratusan ikan dan gugusan terumbu karang, sampai menikmati pemandangan dari atas bukit/ gunung. Keunikan wisata ini menjadi salah satu pemersatu antara saya dengan isteri. Jika ada waktu libur yang cukup senggang, kami akan memilih untuk wisata pulau. Salah satu travelling yang cukup berkesan adalah saat berkunjung ke Pulau Karimunjawa beberapa tahun yang lalu. Untuk ke sana, kami memilih menggunakan jalur darat. Dari jakarta kami naik kereta api dengan jurusan Stasiun Gambir - Stasiun Semarang Tawang, Jawa Tengah. Ini adalah kali pertama saya naik kereta siang hari melewati jalur utara. Ternyata, perjalanan menuju kota yang oleh Belanda dijuluki Veneti
Wisata Sehari ke Tegal, Lengkap dengan Tarif Tol
Hidup di kota besar seperti Jakarta, kerap membuat saya susah curi waktu liburan ke luar kota. Kalau cuman Bogor, saya mah tiap weekend pulang ke rumah Bogor sambil kulineran. Kalau ke Tegal? Emang bisa apa berwisata ke Tegal dalam satu hari? Pada 20 September 2019 jam 05.00 adalah puncak dari kerempongan selama sebulan. Tatkala matahari masih enggan bangkit dari peraduannya, mesin mobil sudah menyala. Mata yang belum sepenuhnya menyadari beda bantal dengan sandaran jok mobil, tetapi sudah awas menatap obyek yang terkena pancaran sinar headlamp. “Apakah sudah siap? Tak ada yang ketinggalan?” kata saya sambil menatap Yosef dan Sari, serta tumpukan barang di sisi ruang mobil. Ceritanya, Yosef adik bungsu saya mau pindah ke Tegal. Setelah 5 tahun bekerja di Mayora dengan penempatan terakhir di
Apa yang Ditawarkan Jepang Juga Ada di Jakarta
Membicarakan Jepang sebagai sebuah negara maju sudah biasa. Menyebut Jepang sebagai negara yang memiliki alam yang indah juga sudah tidak lagi asing. Ada banyak orang Indonesia menuliskan hal itu setelah pulang berkunjung dari sana. Namun bagi saya, yang luar biasa itu adalah bagaimana sebuah negara maju tetapi bisa tetap melestarikan alamnya. Melihat Jepang adalah melihat sebuah cara baru bagaimana menilai sebuah negara maju. Negara yang maju tidak lagi dilihat sekadar seberapa hebat bangunan fisik yang dibuat, sudah bermain ke industri manufaktur, nilai kursnya tinggi, masyarakatnya makmur, dan lain sebagainya. Kini negara bisa dibilang maju jika kemajuan industrinya diikuti dengan melestarikan alam dan budaya. Kanal Otaru yang sangat bersih. Sungai tidak bau dan bisa dijadikan transportasi sungai yang ramah wisatawan. Burung pun tak
Wisata Belitung: Sejujurnya, Keindahan Alamnya Biasa Saja
Popularitas Pulau Belitung melejit pasca film Laskar Pelangi (2008) dan Sail Wakatobi - Belitong (2011). Banyak wisatawan, dalam dan luar negeri, berbondong menikmati bentang alam yang indah di provinsi Bangka Belitung ini. Satu yang khas dari Belitong, begitu masyarakat setempat menyebutnya, adalah geowisatanya (geotourism). Di Indonesia, geowisata belum sepopuler ekowisata (ecotourism) atau agrowisata (agrotourism). Namun demikian, potensi geowisata di Indonesia sangat besar. Satu di antaranya adalah Belitung, di sinilah potensi sumber daya alam seperti bentuk bentang alam, batuan, struktur geologi dan sejarah kebumianya sangat unik. Obyeknya tidak lain adalah gugusan batu granit yang tersebar di banyak pulau dan pantainya. Berdasarkan catatan Budi Brahmantyo, ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung, kumpulan batu granit raksasa di Belitung senyatanya bagian dari suatu tubuh batuan beku
Jejak Kemasyuran Indonesia dalam Fort San Pedro di Filipina
Tidak banyak yang tertarik berwisata ke bangunan bersejarah. Kalau pun ada, mungkin kita lebih memilih untuk swafoto. Padahal bangunan bersejarah meninggalkan jejak yang mungkin terhubung dengan kehidupan kita, secara langsung maupun tidak langsung. Saya tidak pernah membayangkan Fort San Pedro, benteng kuno di Cebu Filipina, ternyata memiliki kaitan sejarah dengan Indonesia. Benteng berbentuk segitiga tersebut, menjadi saksi bisu praktik globalisasi yang sudah terjadi sejak abad ke-15. Filipina bersama Indonesia menjadi persimpangan penting dalam arus globalisasi yang mempertemukan orang dari banyak bangsa dan melakukan pertukaran ekonomi dan budaya. Di sinilah, perjalanan laut dalam konteks globalisasi itu, dari sisi ilmu pengetahuan semakin ditegaskan bahwa bumi itu bulat bukan datar. Bagian dalam Fort San Pedro. Lumayan luas dan adem karena ada pohon besar. Lumayan ngadem
Misteri Bunker dan Kamar Nonik Ratusan Tahun di Lasem
Saya senang dengan budaya dan kesenian. Rumah kuno yang terawat, apalagi dengan bawaan aslinya, bagi saya warisan budaya dan kesenian yang lengkap. Di sanalah tergurat filosofi, budaya, kesenian, cara hidup, nilai dan norma bahkan ada "sesuatu" yang dapat dirasakan secara naluri. Rumah Merah Lasem adalah salah satu rumah kuno yang berhasil menggeret saya masuk pada Mei 2019. Saya bersama keluarga berkesempatan mengunjungi Rumah Merah yang beralamat di Jalan Karangturi No.4/7, Karangturi, Lasem, Jawa Tengah pada Mei 2019 silam. Bagian depan Rumah Merah Lasem atau sekarang disebut Tiongkok Kecil Heritage. Warna merah sudah membuatnya mentereng dari lingkungan sekitar. Belum lagi, 2 pilar di depan rumah yang begitu megah. Kayu-kayu jati tampak bergurat asli, menjadi saksi bisu kedatangan bangsa China di tanah Jawa. "Rumah ini bergaya
Catatan Sejarah Klenteng Tertua di Jawa Justru Ada di Belanda
Mendadak mata begitu berat. Pundak lemah tak berdaya. Di ujung gedung bertingkat itu, perlahan mentari menampakkan dirinya. Kembali tubuh merasakan ketidakberdayaan. Kini kaki kanan yang tampak menyerah walau sekadar mempertahankan posisi rem. Sesaat saya menyadari, saat ini seharusnya saya mengolet dan memanjakan diri di atas kasur. Tapi nyatanya, saya berada di daerah Bekasi, Jalan Tol Capek, dan sudah berkendara di belakang kemudi selama 2 jam. Kami memutuskan untuk berlibur sejenak saat Bulan Ramadhan memasuki hari ketujuh. Sabtu subuh berangkat ke Lasem, dan kembali ke Jakarta keesokan harinya. Inilah cara kami rehat di luar waktu libur. Alasannya sederhana, yakni menghindari kemacetan dan biaya tinggi, khususnya tarif hotel dan tempat-tempat wisata. Secara umum, perjalanan darat Jakarta menuju kota yang masuk Kabupaten Rembang cukup lancar. Sebagian