Popularitas Pulau Belitung melejit pasca film Laskar Pelangi (2008) dan Sail Wakatobi – Belitong (2011). Banyak wisatawan, dalam dan luar negeri, berbondong menikmati bentang alam yang indah di provinsi Bangka Belitung ini. Satu yang khas dari Belitong, begitu masyarakat setempat menyebutnya, adalah geowisatanya (geotourism).
Di Indonesia, geowisata belum sepopuler ekowisata (ecotourism) atau agrowisata (agrotourism). Namun demikian, potensi geowisata di Indonesia sangat besar. Satu di antaranya adalah Belitung, di sinilah potensi sumber daya alam seperti bentuk bentang alam, batuan, struktur geologi dan sejarah kebumianya sangat unik. Obyeknya tidak lain adalah gugusan batu granit yang tersebar di banyak pulau dan pantainya.
Berdasarkan catatan Budi Brahmantyo, ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung, kumpulan batu granit raksasa di Belitung senyatanya bagian dari suatu tubuh batuan beku yang menjadi batuan dasar Indonesia bagian barat yang disebut sebagai batolit. Sebaran batu granit tersebut tidak hanya muncul di Belitung saja, tetapi juga ada di Bangka, Kepulauan Riau, Singapura, Semenanjung Malaysia, di bawah Selatan Karimata dan Laut Cina Selatan, Pulau Natuna dan sebagian Kalimantan Barat.
Baca Juga: Jejak Kemasyuran Indonesia Dalam Fort San Pedro Di Filipina
Batolit menjadi bagian unik geowisata, khususnya di Belitung karena memiliki bentuk yang khas. Apalagi gugusan batunya tersusun sedemikian rupa menyatu dengan keindahan pulau, pantai, dan pemandangan dasar lautnya. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Belitung dari Baharuddin dan Sidarto (1995), umur batuan granit tersebut berbeda-beda. Ia lalu mengelompokkannya berdasarkan umur dan lokasinya. Saya berkesempatan mengunjungi beberapa situs geologi tersebut pada 8-10 Juli 2017. Tentu tidak sendiri, ada Sari dan Maminya serta satu teman mami.
Zaman Trias
Kelompok pertama adalah granit tertua yang masuk dalam zaman Trias (Triassic), atau sekitar 208 — 245 juta tahun yang lalu. Cirinya adalah batu berwarna abu-abu terang, berkristal kasar hingga sangat kasar. Granit ini kaya akan mineral kasiterit primer, merupakan salah satu mineral pembentuk timah. Jenis batu ini tersebar di Belitung bagian barat laut, yang meliputi Pulau Lengkuas, Pulau Kepayang, dan Pantai Tanjungtinggi. Kami berkesempatan mengunjungi semua destiniasi ini.
Tujuan utama kami adalah Pulau Lengkuas. Di sinilah salah satu ikon wisata Belitung berada, yakni mercusuar. Selain itu, di sekitar pulau ini juga para wisatawan melakukan snorkeling. Perjalanan menuju Pulau Lengkuas melewati beberapa pulau yang sangat menarik. Satu pulau yang tampak berbeda dari yang lainnya adalah Pulau Garuda yang berdampingan dengan Pulau Kelayang. Kedua pulau ini hanya dipisahkan oleh laut dangkal.
Disebut Pulau Garuda, karena tumpukan batu granit tampak seperti sosok burung Garuda. Apalagi kalau melihat tumpuhak batu bagian atas yang sangat menyerupai kepala burung. Berbeda dengan Pulau Garuda, Pulau Kelayang bercirikan daratan luas dengan rerimbun pepohonan. Dari kejauhan tampak pulau ini hijau menyegarkan mata, berpadu dengan birunya air laut.
Tidak jauh dari kedua pulau tersebut, kami membuang jangkar di Pulau Pasir. Pulau ini merupakan gosong pasir, atau gosong, atau juga orang menyebutnya pulau gosong. Gosong adalah bentukan daratan yang terkurung atau menjorok pada suatu perairan, biasanya terbentuk dari pasir, geluh dan atau kerikil.
Bermain di gosongnya Pulau Pasir memang menyenangkan sekali. Kami seperti sedang berada di tengah lautan luas, tapi berdisi di daratan kering dengan hamparan pasir putih yang halus. Tidak hanya itu, gosong yang tenggelam saat pasang menyajikan pemandangan bintang laut. Bentuknya yang unik dengan warna merah cerah membuat kami tertarik untuk mendekatinya. “Boleh dipegang tetapi jangan sampai terangkat ke luar air, bisa mati bintang lautnya,” kata pendamping wisata kami.
Sekitar 15 menit kami bermain di Pulau Pasir. Tujuan berikutnya adalah Pulau Lengkuas. Inilah pulau utama yang ingin kami kunjungi. Dari kejauhan kami sudah melihat menara mercusuar, berdiri gagah, menjulang dengan warna putihnya menjangkau birunya langit.
Mercusuar setinggi 62 meter tersebut adalah peninggalan Belanda sejak 135 tahun yang lalu. Walau sudah sangat tua, mercusuar masih berfungsi sampai sekarang untuk memantau lalu lintas kapal laut. Bagi wisatawan, adalah sebuah keistimewaan bisa menaiki mercusuar sampai ke puncak untuk bisa menikmati pemandangan alam Belitung yang sangat indah. Namun, hari itu mercusuar sedang diperbaiki maka kami hanya bisa baik sampai ke lantai 3 saja.
Di pulau yang disebut lengkuas karena lidah pribumi kepeleset menyebut “lighthouse” (Inggris = mercusuar), kami banyak menghabiskan untuk foto-foto. Gugusan batu granitnya sangat besar dan indah untuk dijadikan objek foto. Pantainya pun asyik untuk tempat bermain. Tentu tidak ketinggalan untuk naik ke mercusuar. Lalu kapan snorkelingnya?
Nah inilah aktivitas yang kami nantikan. Walau saya tidak bisa berenang tetapi saya sangat menikmati snorkeling, bahkan menyelam sebentar. Tentu keberanian ini tidak datang begitu saja. Ini adalah hasil traveling ke Pulau Pramuka dan Pulau Karimunjawa. Tidak jauh dari pulau ini ada spot-spot snorkeling yang menyuguhkan pemandangan bawah laut luar biasa.
“Byurrrrrrr…” Saatnya snorkeling. Sesekali memberi makan ikan dengan biskuit. Puncaknya saya memberanikan diri melepas pelampung untuk bisa menyelam. Pengalaman yang luar biasa di tengah hiruk pikuk wisatawan yang hari itu sangat ramai. Sampai-sampai kami harus hati-hati saat berenang karena posisi kapal cukup berdekatan satu sama lainnya.
Tidak terasa jam menunjukkan pukul 13.00. Perut sudah digunjang gempa lokal. Saatnya makan siang. Kami segera bertolak ke Pulau Kepayang. Pulau ini bisa disebut sebagai pulau restoran. Layaknya restoran, ada meja panjang berjajar lengkap dengan kursinya. Pelayan langsung menyediakan makanan laut, ada sop ikan, ikan bakar, udang asam manis, dan rajungan. Bagi yang kedinginan disediakan teh dan kopi panas, ambil sendiri sesuai selera. Bagi yang ingin mandi karena lepek habis snorkeling, disediakan banyak kamar mandi dengan air tawar yang segar.
Entah disengaja atau tidak, pulau ini dipersiapkan untuk bersantai. Setelah makan, kita bisa memilih untuk duduk di pinggir pantai di bawah pohon sambil menatap hamparan pasir putih, laut dan langit yang sangat membiru. Perut kenyang, mata dipuaskan dengan pemandangan, badan diterpa semilir angin di bawah rindang pohon kelapa. Pengalaman yang tidak terlupakan!
Puas bersantai setelah makan siang, perjalanan dilanjutkan ke Pulau Batu Berlayar. Disebut demikian karena gugusan batu granitnya menyerupai layar kapal. Nyaris berbentuk segitiga menjulang ke atas. Aktivitas di sini mejeng dan berfoto ria. Namun ada juga yang berenang, snorkeling dan menyelam. Airnya sangat jernih dengan pemandangan bawah laut yang indah. Tetapi areanya sangat terbatas, karena sedikit ke tengah dasarnya sangat dalam dan berbahaya bagi wisatawan.
Matahari tampak mulai turun. Senja akan menjemput. Kami memutuskan untuk menepi dan kembali ke mobil. Tujuan kami adalah Pantai Tanjung Tinggi yang berjarak kurang lebih 31 Km dari Kota Tanjung Pandan, Ibu Kota Kabupaten Belitung.
Tanjung Tinggi adalah pantai yang diapit oleh dua semenanjung, yaitu Tanjung Kelayang dan Tanjung Pendam. Nama tanjung tinggi diambil dari kata tanjung yang artinya semenanjung dan tinggi yang artinya pantai yang memiliki bebatuan yang tinggi. Pantai Tanjung Tinggi merupakan salah satu tempat wisata di Belitung. Pantai Tanjung Tinggi dikenal dengan sebutan Pantai Laskar Pelangi karena menjadi lokasi syuting Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi.
Baca Juga: Misteri Bunker Dan Kamar Nonik Ratusan Tahun Di Lasem
Dari semua lokasi wisata yang kami kunjungi, Pantai Tanjung Tinggi menjadi lokasi paling ramai. Kami sampai tidak jadi berenang, karena pantai berasa “sesak.” Wajar pantai ini menjadi favorit karena pantainya mudah dijangkau, pantainya bersih, airnya jernih dan tenang, gugusan batunya sangat indah dan tersebar luas, banyak spot foto yang menarik, ada permainan air seperti perahu dan balon, banyak penjual makanan dan kamar mandi bilas.
Zaman Jura dan Kapur
Setelah membahas destinasi wisata yang memiliki granit tertua yang masuk dalam Zaman Trias, kali ini giliran granit berumur Zaman Jura (Jurasic), sekirar 106 — 245 juta tahun yang lalu. Batu di zaman ini tersebar di bagian selatan Belitung , yakni di Pantai Penyabong, Bukit Baginde, dan Pantai Klumpang. Batu-batu yang berasal dari periode Zaman Jura ini berwarna abu-abu hingga kehijauan. Jenis batu ini struktur butirannya kasar hingga sangat kasar, dan banyak ditemui xelonit, yaitu batuan lain yang masuk atau tertanam di dalam granit.
Sayang beribu sayang, kami tidak berkesempatan berkunjung ke salah satu warisan zaman Trias tersebut. Mendengarnya pun baru tulisan ini mulai disusun. Mestinya, baca dulu leterasi Belitung, baru pergi ke tujuan. Ini memang agak terbalik pola pikirnya, hehehe..
Kelompok terakhir, adalah granit yang paling muda yakni Zaman Kapur (Cretaceous), yang tersebar di timur laut Belitung. Lokasinya berada di Pantai Burung Mandi dan Gunung Bolong, sebagian di Gunung Batubesi dan Air Dengong. Warna batu ini umumnya lebih gelap karena lebih banyak kandungan mineral berwarna gelap felspar. Struktur butirannya sedang dan tidak kasar.
Ada satu lokasi zaman kapur yang kami kunjungi di hari pertama, yakni Pantai Burung Mandi yang terletak di Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur. Saat kami mendarat di Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, kami langsung menuju Kabupaten Belitung Timur yang berjarak sekitar 70 kilometer. Di daerah yang beribu kota Manggar ini kami pergi ke Museum Kata, Warkop Manggar, Kampoeng Ahok, Vihara Dewi Kwan Im, Replika SD Laskar Pelangi, Rumah Keong dan Pantai Burong Mandi atau Burung Mandi.
Menurut pemandu wisata kami, pantai ini ditemukan oleh Abdul Gafar, seorang pedagang dari Aceh sekitar abad ke 16 atau 17. Disebut “Burung Mandi” karena setiap melewati pantai ini dia melihat ada banyak burung yang berkumpul untuk mandi di pantai. Merasa tertarik dengan pantai ini, Abdul singgah dan akhirnya menetap. “Kuburannya ada dan keturunannya pun masih ada sampai sekarang,” tuturnya.
Wisata Geowisata
Tidak bisa dipungkiri wisata alam di Belitung sangat menarik. Sebagai tempat wisata, Belitung sudah memenuhi hasrat para pelancong untuk mendapatkan pengalaman di luar rutinitas apalagi untuk warga Jakarta yang setiap hari mengahadapi kemacetan dan polusi udara. Di sini jalan bagus dan sangat lengang. Lokasi wisata yang berjarak puluhan kilometer tidak terasa. Udara yang segar dengan langit yang sangat bersih menjadi indikasi lain nikmatnya berwisata di sini.
Tawaran keindahan alam, di atas laut maupun di bawah laut, juga sangat memanjakan mata. Pulau-pulau tersebar lengkap dengan hamparan pasir yang indah, air laut yang jernih, dan beragam jenis karam beserta ikan yang menyapa kita saat snorkeling atau menyelam. Kalau pun tidak menyeberang ke pulau, ada banyak tawaran wisata pantai yang juga indah dan mempesona.
Segala obyek wisata tersebut, bukan bermaksud merendahkan, adalah hal biasa. Kenapa? Karena ada banyak daerah di Indonesia bahkan di negara lain juga memiliki obyek yang sama atau sejenis. Apalagi, Indonesia adalah negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang di dunia, pasti ada banyak wisata bahari yang ditawarkan. Namun demikian, ada satu keunikan obyek wisata belitung yakni geowisatanya.
Gugusan batu granit adalah obyek geowisata yang sangat langka. Apalagi granit tersebut tersusun sangat indah dan dilengkapi dengan landsekap pantai, pasir, laut dan langit yang memesona. Dari prosesnya saja, geowisata granit ini sangat menarik perhatian banyak orang.
Bagaimana bisa kita membayangkan, granit yang berasal dari batuan beku, terbentuk dari dapur magma di perut bumi oleh karena penurunan di dalam gunung api sehingga membentuk batolit. Oleh proses tektonik, batuan-batuan ini mengalami pengangkatan, bahkan beberapa mengalami pematahan dan peretakan. Akibat dari proses tektonik tersebut, batu granit yang tadinya berasal jauh di bawah permukaan bumi, muncul ke permukaan Bumi.
Masih dari penjabaran Budi Brahmantyo, selama proses pengangkatan granit dari bawah bumi, tubuh granit mengalami deformasi yakni proses ketika batu-batuan ini muncul di atas permukaan Bumi dipengaruhi oleh proses pelapukan dan erosi atau abrasi yang terjadi berulang-ulang selama jutaan tahun. Sehingga batu-batu ini terlihat seperti bongkahan besar yang terpisah-pisah, padahal yang kita lihat adalah hanya bagian atas dari tubuh batuan granit yang sangat besar yang ada di bawah permukaan Bumi. Batu-batu yang membentuk sebuah taman alam yang elok ini ada sejak 200 juta hingga 655 juta tahun yang lalu.
Informasi dari para penyelam di sekitar Belitung, menyatakan bahwa tubir-tubir bawah laut terdiri dari lereng-lereng terjal batu granit yang menyambung antara satu pulau dengan pulau lainnya. “Dari informasi para penyelam ini, informasi geologi terkonfirmasi bahwa pada kenyataannya, semua tubuh granit yang tersebar di Bangka-Belitung, Kepulauan Riau, Singapura, Semenanjung Malaysia, di bawah Selatan Karimata dan Laut Cina Selatan, Pulau Natuna dan sebagain Kalimantan Barat, menyatu. Dalam geologi dikenal sebagai batolit,” Budi menyimpulkan.
Indonesia beruntung punya Pulau Laskar Pelangi yang memiliki potensi geowisata sekaligus landscape alam yang sangat indah. Mari kita jaga dan rawat dengan tidak menyampah saat berwisata. Tentu bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk tidak lelah mengembangkan dan mempromosikan daerah wisata ini supaya lebih memberikan pengaruh positif secara ekonomi bagi masyarakat.
Banggalah jadi WNI, dan berkontribusi nyatalah pada negara. Tidak hanya terus menuntut dan menuntut.
by