Nyobain Jeepney, Angkotnya Filipina yang Bebas Rokok

Facebooktwitteryoutubeinstagramby feather

Debu mendebur dengan pekat tiap kali kendaraan bermotor melintas. Semakin tinggi debu itu bertebaran saat knalpot menyembur dari truk kontainer yang begitu ramai. Di bawah terik mentari, hiruk pikuk kota pelabuhan itu tampak jelas dari jendela Jeepney.

Jeepney tidak ubahnya sebuah angkot di Indonesia. Namun, ada banyak yang istimewa dari kendaraan umum yang menjadi ciri khas Negara Filipina pada umumnya. Saya bersama isteri cukup beruntung mendapat kesempatan ber-Jeepney-ria di tengah perhelatan ASEAN Finance Ministers’ Investors Seminar (AFMIS) beberapa waktu lalu, di Shangri-la Mactan Resort and Spa, Lapu-Lapu City, Cebu, Filipina.

Kami tinggal di Palmbeach Resort & Spa yang jaraknya hanya 1,5 Km dari Shangri-la. Untuk mondar-mandir, sebenarnya pihak panitia menyediakan mobil shuttle yang selalu siap sedia, tetapi kami kebayakan lebih memilih naik jeepney. Hanya dengan 7 peso, kira-kira Rp. 2,000 kami bisa merasakan sensasi di Negeri Lumbung Padi ini.

Baca Juga: Rumah Rengasdengklok, Sekali Lagi Negara Alpa!

Dari sisi panampakan dan fungsinya, jeepney tidak begitu spesial. Lebih kurangnya sama dengan naik angkot di Jakarta. Perbedaan mulai berasa ketika kami berkendara bersamanya. Baru saja duduk, dengan posisi dekat supir, saya sudah dikasih uang receh oleh supir. “Uang apa dan untuk apa ini,” kataku dalam hati.

Belakang baru saya ketahui, itu adalah uang kembalian dan saya diminta tolong (tentu tanpa kata-kata) untuk memberikan uang itu kepada penumpang yang membayar secara estafet. Bagaimana dengan membayar? Sama! Penumpang yang jauh dari supir akan memberikan uang secara estafet, dari satu penumpang ke penumpang lainnya, sampai ke supir.

Sistem pembayaran ini sangat unik. Supir tidak perlu hire kenek/asisten untuk menarik uang penumpang, sehingga menekan biaya. Masyarakat dilatih untuk jujur, karena supir atau penumpang tidak akan menagih Anda untuk membayar. Pelajaran lainnya, adalah gotong royong. “Hanya” urusan uang angkot saja, yang nilainya tidak seberapa, masyarakat didorong untuk saling membantu.

Baca Juga: Kota Pagaralam, Kota Yang Benar-Benar Dipagari Alam

Suasana di dalam jeepney, sekali lagi, tidak ubahnya pengalaman naik angkot di Jakarta atau di kota-kota lain di Indonesia. Duduk menyamping, saling berhadapan dengan penumpang lain. Saat berhenti di lampu lalu lintas atau di tengah kemacetan, ada saja penjual air mineral dan kacang rebus. Tentu penjualnya tidak berteriak, “Kacang..kacang..kacangnya neng..”

Suasana menjadi berbeda tatkala supir membeli kacang dan mulai memakannya. Alih-alih kulit kacangnya dibuang di jalan, ia dengan susah payah membuang kulit kacang di kotak sampah yang berada di bangku penumpang belakang. Ya, di setiap jeepney disediakan kotak sampah. Dan itu bukan hanya pajangan saja.

Kelengkapan wajib di tiap Jeepney, tulisan “No Smoking” dan tempat sampah.

Selain kotak sampah, ada juga tulisan “No Smoking.” Berdasarkan pengalaman naik angkot, apalagi bus, bukanlah pengalaman asing melihat orang merokok. Utamanya sang supir. Tetapi, di jeepney tidak ada satu orang pun yang merokok, termasuk supir. Padahal, kalau pun ada orang yang merokok saya tampaknya akan maklum karena jeepney di Cebu tidak ada jendela tertutup. Hanya jika hujan saja maka terpal akan diturunkan untuk menutup jendela. Selebihnya kita akan menghirup udara lepas, termasuk gumpalan debu yang jamak di summer time.

Ada satu lagi kelengkapan yang wajib ada di setiap jeepney. Di bagian dashboard, berdiri tegak patung Santo Niño de Cebú atau patung Kanak-kanak Yesus yang begitu terkenal di daerah ini. Sedangkan di spionnya dilingkarkan rosario. Tidak hanya satu, ada beberapa supir jeepney sampai memasang 2-3 rosario. Pemandangan ini menjadi umum di Filipina yang mayoritas penduduknya penganut Katolik yang taat.

Pengalaman naik jeepney tidak sebatas dari hotel ke tempat acara di Shangri-la, tetapi ke Kota Cebu yang jaraknya lebih kurang 20 km. Selepas menunaikan tugas negara, kami mau ke Basilica Minore Del Santo Nino di Cebu City dengan menggunakan jeepney. Ketika kami pamit ke resepsionis hotel, mereka kaget kenapa memilih jeepney bukan taksi. Apalagi untuk sampai ke tempat tujuan, kami harus ganti jeepney. Alhasih kami dibekali kartu nama hotel dan ucapan “Be careful sir..mam..” Pak satpam hotel pun mengantar kami sampai kami benar-benar naik ke jeepney.

Baca Juga: Gua Cerme: Menyusur Sungai Bawah Tanah, Menyelami Tradisi, Dan Agama

Jeepney yang kami pilih adalah jurusan Terminal Park Mall. Tidak semua jeepney yang lewat di depan hotel sampai ke terminal. Dari situ, kami berganti jeepney yang mengarah ke Basilica. Jeepney tidak turun di depan Basilica, masih ada kira-kira 500 meter. Untungnya, ada satu penumpang jeepney yang juga mau ke Basilica. Kami pun di antaranya sampai ke tujuan dengan selamat.

Sebenarnya seperti apa sih jeepney itu? Seperti namanya, jeepney adalah angkuta umum yang dibangun dari mobil jeep. “Dibangun” karena sudah mengalami banyak modifikasi dari mobil aslinya. Salah satu “warisan” yang ditinggalkan Amerika Serikat di Filipina pada era Perang Dunia II adalah ratusan Jeep. Filipina yang menderita pasca perang, memanfaatkan jeep tersebut untuk transportasi umum.

Mumpung masih sepi, kami selfie dulu. Perlu beberapa kali “take” karena goyang-goyang.

Jeep dimodifikasi khususnya di bagian belakang sehingga memuat kira-kira 20 orang dalam 2 baris. Kepalanya jeep tetapi belakangnya seperti mobil ELF yang panjang. Biasanya jeepney seperti ini ada di Manila, sedangkan di Cebu sudah jarang “kepalanya” jeep, tetapi sudah hasil modifikasi dari berbagai macam mobil.

Kehadiran jeepney di jalanan begitu terasa karena dicat dengan penuh warna-warni yang menarik mata. Bahkan ada banyak pemilik jepneey yang melepaskan daya kreatifitasnya dengan melukis badan mobil. Bahkan ada yang dilengkapi dengan terompet besar yang berfungsi sebagai klakson.

Konon, sudah ada E-Jeepney atau electrical jeepney yang berarti jeepney berbahan dasar listrik. Beberapa E-Jeepney telah diproduksi dan mulai digunakan sebagai mobil antar-jemput sekolah, penginapan, dan taman hiburan.

Facebooktwitterby feather
wawan
Tanpa rokok, kopi saya menenteramkan nalar dan hati. Sembari terus menggulat di bidang komunikasi. Dulu menulis, lalu belajar fotografi dan kini bermain dengan videografi. Semua dijalani karena panggilan dan semangat berbagi. Terima kasih untuk atensinya, Tuhan memberkati.
https://www.onetimes.id

Leave a Reply

Top