Ketegangan mulai merasuk di hari kedua pertemuan internasional pada April 2013. Suasana Bali yang begitu selaras dengan apa yang selama ini saya dengar tidak mampu membuat rileks. Di saat jadwal longgar saya putuskan untuk melompat sejenak ke Gili Trawangan, Lombok. Kata orang gili atau pulau ini sangat eksotis dan tidak kalah dengan kemolekan Bali, tetangga dekat pulau ini.
Ada banyak pilihan untuk sampai ke sana. Karena saya sedang berada di Kuta, shuttle bus menjadi transportasi alternatif yang pas dengan kantong. Hanya dengan Rp. 350 ribu saya sampai ke tujuan. Saya berangkat jam 06.30 dari Kuta dengan mobil L300 langsung menuju Pelabuhan Padangbai, lama perjalanan hanya 1 jam.
Setelah menunggu beberapa saat sekitar jam 11 siang, saya menyeberang ke Pelabuhan Lembar Lombok dengan menggunakan kapal feri, tanpa membayar lagi. Perjalanan di kapal yang memakan waktu 6 jam menjadi pengalaman pertama bagi saya. Tapi tidak apalah, deburan ombak yang memantulkan warna biru langit dengan gugusan pulau menjadi obat bosan yang ampuh.
Setiba di Lembar, saya bersama 5 wisatawan asing sudah ditunggu oleh pengelola shuttle bus. Tidak menunggu lama, kami sudah meluncur menuju Pelabuhan Pemenang dengan kembali menggunakan mobil L300. Selama 2 jam perjalanan saya mulai menikmati alam Lombok yang masih asri. Hamparan sawah membentang dengan gunung menjadi latarnya. Puluhan cidomo, alat transportasi tradisional seperti andong, berpapasan dengan mobil kami. Hatipun mulai luruh, otot meregang lentur.
Perjalanan terakhir menuju Gili Trawangan adalah dengan menumpang perahu bersama penduduk setempat di Pelabuhan Bangsal, Pemenang. Umumnya, perahu dari gili berisi orang tapi untuk sebaliknya penuh dengan barang-barang kebutuhan sehari-hari. Jam 16.00 kami menuju gili bersama ratusan telur ayam, kasur, sayur, pepaya dan masih banyak barang kebutuhan lain selama 1 jam karena muatannya sangat banyak.
Senyatanya Gili Trawangan hanya salah satu tujuan wisata di Lombok yang sangat indah. Dan nyatanya pula gili ini hanyalah salah satu dari tiga gili. Selain Trawangan masih ada Gili Meno dan Gili Air yang juga diminati wisatawan. Trawangan memiliki panjang 3 km yang dihuni sekitar 800 jiwa.
Pulau Pesta
Adakah pilihan transportasi lain menuju Gili Trawangan? Kalau Anda beranjak dari Terminal Bus Mandalika, Mataram, ibu kota NTB, Anda bisa menumpang angkutan umum menuju Lombok Utara, lalu turun di Pelabuhan Bangsal, Desa Pemenang-pintu masuk menuju pulau-pulau itu. Ongkos dari Mandalika ke Bangsal sebesar Rp 15.000 per orang.
Memang ada angkutan umum jurusan Lombok Utara, yang mengetem di timur Bandara Selaparang, dengan ongkos lebih murah, Rp 10.000 per orang, sampai Pelabuhan Bangsal yang ditempuh sekitar 40 menit dari Mataram.
Sesampainya di desa Pemenang, tepatnya di Pelabuhan Bangsal, maka para wisatawan yang hendak ketiga gili dapat menumpang boat- boat yang ada. Lama perjalanan menuju pulau-pulau kecil tersebut hanya sekitar 20 menit saja.
Di Bangsal sudah menunggu boat angkutan umum penyeberangan ke tiga gili. Harga tiket yang dibeli di kantor koperasi pengelola angkutan itu tergolong murah, yakni Rp 10.000 per orang untuk jurusan Gili Trawangan, Rp 9.000 ke Gili Meno, dan Rp 8.000 ke Gili Air. Maksimal terisi 25 penumpang. Boat berlayar dari Bangsal ke Trawangan memerlukan waktu sekitar 45 menit, ke Meno 30 menit dan ke Air 20 menit.
Kalau enggan berdesak-desakan, ada yang bisa dicarter, tentu tarifnya lebih mahal. Tarif sekali jalan Bangsal-Trawangan Rp 185.000, Meno Rp 165.000, dan ke Air Rp 150.000. Andaikan tidak berniat bermalam, bolehlah mencarter boat seharga Rp 450.000 untuk menyinggahi tiga gili itu barang sebentar.
Perjalanan pun bisa ditempuh dari obyek wisata Senggigi dengan mencarter boat berkapasitas dua-empat orang yang tarifnya Rp 350.000, sedangkan yang kapasitasnya 10 orang harga sewanya Rp 550.000 pergi-pulang. Perjalanan pergi rute Senggigi-Trawangan sekitar 60 menit, atau lebih singkat ketimbang perjalanan pulang rute Trawangan-Senggigi yang mencapai 1,5 jam karena boat melawan arus laut.
Sejalan dengan gencarnya pariwisata tiga gili ini, banyak kapal cepat yang melakukan penyeberangan langsung dari Bali, yaitu dari Padangbai dan Nusa Lembongan yang ongkosnya Rp 450.000-Rp 550.000 per orang, dengan lama perjalanan sekitar dua jam.
Pariwisata Lombok terus bergeliat berjajar dengan Bali yang tenar duluan. Kini daerah yang menjadi bagian Nusa Tenggara Barat tersebut menjadi alternatif daerah tujuan wisata di samping Bali. Hari demi hari semakin banyak wisatawan domestik dan asing menuju ke sana sejalan dengan semakin baik dan lengkapnya transportasi serta infrastrukturnya.
Lokasi pulau kecil ini lebih natural, suasananya sunyi senyap, ditumbuhi pohon-pohon kelapa tinggi dan tanaman perdu. Di antara ketiga gili tersebut, Trawangan memiliki fasilitas untuk wisatawan yang paling beragam. Bagian paling padat penduduk adalah sebelah timur pulau ini yang oleh penduduk setempat dinamakan “Depan.”
Di bagian depan ini, tidak ada malam yang dilewati tanpa pesta. Lampu berbinar-binar dengan hentaman musik membuat pulau di tengah lautan ini seperti kunang-kunang. Varian hunian pun sangat beragam, mulai dari Rp. 250 ribu sampai Rp. 8 juta untuk semalam saja. Soal makanan tidak usah ditanya, dari mulai tradisional sampai internasional semua ada. Seandainya kehabisan uangpun, fasilitas ATM sudah ada di pulau ini. Semua fasilitas bak di kota daratan, tapi yang membedakan adalah sensasi hidup nikmat di pulau terpencil, jauh dari rutinitas harian.
Bagaimana dengan daerah “belakang”? Ketika bulan surut, kehidupan di daerah depan ikut surut. Para wisatawan memilih untuk bergerak ke belakang. Semakin sore, daerah yang sebenarnya lebih sepi penghuni ternyata semakin menyemut. Target mereka adalah memanjakan hati dengan mencerap aura sinar matahari terbenam. Dentuman musik dari 5 speaker besar di sore itu, seakan mengundang penghuni pulau untuk bersiap menyambut pesta di malam hari. Tidak hanya itu, di daerah belakang ini juga ada tempat penangkaran penyu.
Baca Juga: Pulo Kemaro Padukan Akulturasi Dan Semangat Maritim
Entahlah, pembagian daerah “depan” dan “belakang” ini disengaja atau tidak. Yang jelas, sepanjang hari tidak ada waktu hilang di pulau itu. Maka tidak mengherankan, ribuan orang bisa datang dan pergi tiap harinya. Terutama pada Bulan Agustus di mana wisatawan asing menghabiskan liburan musim panasnya di pulau ini.
Aktivitas yang populer dilakukan oleh para wisatawan di Trawangan adalah scuba diving (dengan sertifikasi PADI), snorkeling (di pantai sebelah timur laut), bermain kayak dan berselancar. Ada juga beberapa tempat di mana para wisatawan bisa belajar berkuda mengelilingi pulau.
Cidomo
Hal menarik lain yang dapat kita nikmati adalah tidak terdapat kendaraan bermotor. Sarana transportasi yang lazim adalah sepeda yang disewakan oleh masyarakat setempat untuk para wisatawan dan cidomo. Tidak ada kendaraan bermotor yang melintas di Trawangan, juga di dua pulau lain, Meno dan Air.
Menurut Ido (20), pengendara Cidomo yang saya temui, penduduk setempat melarang kendaraan bermotor karena ingin menjaga pulau dari bahaya polusi. Selain itu, tentunya, menjamin keberlangsungan matapencarian penarik cidomo. “Kalau ada motor, pastinya tidak akan memilih cidomo,” ujarnya.
Kuda-kuda yang ada di Trawangan, jelas Ido, merupakan kuda liar asal Sumba. Dari sana, kuda-kuda ini dibawa ke suatu tempat di Lombok untuk dijinakkan. Setelah itu baru dibawa dengan perahu ke Gili Trawangan.
Di Trawangan, ada 32 buah cidomo milik koperasi yang beroperasi. Penghasilan rata-rata penarik cidomo Rp 2 juta per hari. Tarif yang dikenakan kepada wisatawan sekitar Rp. 50 ribu – Rp30 ribu. Kalau kita mau keliling pulau sembari foto-foto kita bisa mengeluarkan Rp. 150ribu – Rp. 200 ribu.
“Susahnya kalau pas Agustus. Cidomo tidak bisa jalan karena jalanan penuh dengan wisatawan yang jalan kaki,” kata Ido.
Cidomo atau kadang disebut Cimodok adalah alat transportasi tenaga kuda khas pulau Lombok. Cidomo merupakan singkatan dari cikar atau dokar mobil. Disebut demikian karena cidomo tidak memakai roda kayu seperti dokar atau delman, tapi malah menggunakan roda mobil bekas.
Lebih lanjut Ido mengisahkan bahwa di pulau tempat ia lahir ini hampir tidak pernah ada kerampokan atau kemalingan. Oleh karenanya tidak ada polisi di Trawangan. Faktor ini sangat penting, karena selain kenyamanan tentu juga keamanan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Saya hanya satu malam di pulau berpenduduk ramah tersebut. Walaupun ada rasa kecewa, tapi rasanya cukup bagi saya mencerap energi untuk kembali menghadapi tugas demi tugas. Perjalanan ke Trawangan menjadikan bagian hidupku berkesan, menerawang masa depan dari seberang pulau.
by